Jumat, 14 Oktober 2016

ADU STRATEGI DI PILKADA



Bagi pencatur kelas atas, langkah bidak diawal permainan mencerminkan keseluruhan strategi dari bangunan penyerangan atau pertahanan dalam memenangkan permainan.

Megawati tentunya telah memilih Ahok dan Jarot sejak awal, tetapi sengaja tidak mengumumkannya sampai detik-detik terahir pendaftaran. Dia memainkan psychology war untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang pendukungnya atau lawan politiknya di PILKADA. Dia merupakan  “pencatur konservatif”  dengan langkah menyulitkan untuk dipredikisi lawan. Langkah itu juga pernah dilakukannya ketika memilih Jokowi  menjadi Capres.

SBY bukan ”pemain catur” kelas kampung. Dia mempunyai kelas dan pengalaman dalam “permainan” ini. Agus keluar dari TNI bukan mengororbankan diri atau dikorbankan tetapi untuk memenangkan menjadi Gubenur di DIKI, atau setidaknya sebagai manufer awalnya untuk partai Demokrat ke depan. Setidaknya Agus memiliki pendukung meskipun belum teroganisir dengan bagus. Pepatahnya begini, anak kolong tetap anak kolong, mereka tetap akan memilih anak kolong. Sementara itu, Silvy ibarat kuda yang dapat bermanufer ke segala sudut, karena pengalamannya segudang di birokrasi dan organisasi yang pasti mampu memutus “rantai komando” Ahok sebagai mantan atasannya.

Prabowo bukan “pemain catur” tanpa perhitungan. Dia ahli strategi dan berjiwa besar demi memenangkan “permainan” ini. Memilih Anies yang pernah berseberangan dengannya bukanlah langkah blunder.  Pilihan itu merupakan pilihan strategis. Anies identik dengan “insider trading” dalam dunia saham. Dia pernah sebagai mentri dan memiliki banyak komunitas. Hal lain adalah sejarah panjang keturunan Arab di Indonesia dan peranannya di dalam atau di luar perpolitikan Indonesia. Sementara itu, Sandiaga mewakili cermin keberhasilan pemuda di dunia usaha yang memilliki visi membangun Jakarta dengan lebih manusiawi dan santun.

PILKADA sekarang ini sangat sengit. Megawati turun, SBY turun, Prabowo juga turun. Ini percaturan politik yang harus disimak, dipelajari dengan seksama. Hasilnya akan menjadi barometer Jakarta, bahkan Indonesia ke depan.

Tangerang, 26 September 2016, AT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your comment