Jumat, 14 Desember 2012

Catatan Kecil Seorang HRD: SANG PENGINTIP

Oleh: Aziz Taufiq


2 jam lagi payroll harus dikirim ke Bagian Keuangan, Anisa -sahabat kecilku- kebingungan dengan perubahan-perubahan  hitungan-hitungan di worksheetnya  padahal menurutnya hitungan itu sudah akurat beberapa jam sebelumnya. Bulan kemarin kasus itu terjadi seperti sekarang , tapi sahabat kecilku mampu mengatasinya. Maka tidak ada alasan aku harus turun tangan kecuali mengatakan, “Kamu pasti bisa”.

Anisa diam saja dan membiarkan tampangnya tampak lebih seram dan lebih jelek dari perempuan jelek yang aku lihat di kantor ini. Aku beranjak dari kursinya lalu mengambil gelas di mejanya  kemudian mengisikannya dengan teh hangat manis. “Minum dulu..”  kataku tanpa merasa meremehkan diriku sendiri sebagai atasannya karena melayaninya.

Anisa masih diam tapi terus berusaha mengatasi permasalahannya. Jika tidak, maka gajian ditunda sampai laporan payroll selesai dengan benar. Buntutnya Si Bos pasti marah besar lalu aku digantung. Oleh sebab itu, aku datangi dia dan sekali lagi bertanya, “Perlu bantuan?”
“Gak usah!” jawabnya ketus. Tambah jelek saja tampangnya dengan jawaban itu dimataku. 

Daripada tensiku naik karena aura buruk yang muncul dari kegundahan Anisa, lebih baik aku menghormatinya dengan membiarkannya menyelesaikan pekerjaannya. Aku membuang jauh perasaan  diremehkan atau keinginan menyombongkan diri kepadanya bahwa aku pernah diberikan  label sebagai a damn good lecturer oleh mahasiswaku dulu. Aku tidak perlu mempertontonkan kemampuanku mengobok-obok isi perut excel dihadapannya. Percuma saja, dia pasti tidak perduli kecuali dia sudah sangat putus asa maka dia pasti minta bantuan. Oleh sebab itu, aku kembali kemejaku lalu menandatangani beberapa dokumen lainnya.

Kalau semua perubahan hitung-hitungan payroll bukan karena kekeliruan sahabat kecilku sendiri, lalu siapa yang merubahnya. Tiba-tiba aku teringat dengan sekelompok rekan kerja di IT yang mampu mengitip data sampai ke tempat persembunyian yang sangat tersembunyi.  Mungkinkah mereka sedang bercanda dengan sahabat kecilku melalui server. Jika benar, canda ini sangat keterlaluan maka aku perlu melakukan perlawanan yang sekoyong-koyong. Aku hanya butuh  IP Adresss mereka lalu bekerjasama dengan Prorat mengobok-obok mereka.
“Saya sudah selesai perbaiki dan sudah kirim ke FA,” kata sahabat kecilku tentang  payrollnya.
“Hari ini elo gajian dong. Gue besok,” kata Titis.
Teh manis yang kuhidangkan tidak diminumnya sehirup pun. Tapi aku tidak kecewa karena hal itu, sebab aku melihat senyuman khas di wajah sahabat kecilku. Senyuman yang memembuat  tampang jeleknya terbang melayang entah kemana. Niatku untuk mengobok-obok juga mencair.

*
Pintu HRD selalu tertutup sejak Anisa hengkang menyusul hengkangnya Titis karena ribut dengan pacarnya. Tidak ada cekikikan di HRD atau kedatangan rekan kerja lain yang minta cemilan dari Anisa. Selepas jam kantor aku juga tidak pernah lagi memainkan gitar dan kadang-kadang mengiringi Anisa bernyanyi dengan suara yang tidak karuan terdengarnya. Pengganti Anisa dan Titis adalah Hery dan Tri. Mereka berkarakter agak tertutup berbeda dengan Anisa yang meletup-letup atau Titis yang juga mudah cekikikan. Bagaimanapun mereka adalah anak buahku yang tidak kalah cerdas, berdisiplin dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Sebelum Titis lalu Anisa hengkang, sebenarnya aku dikangkangi dilemma yang seharusnya tidak terjadi. Disatu sisi aku telah mempersiapkan perangkap agar sahabat kecilku membatalkan niatnya untuk hengkang dengan cara mengajukan proposal  kenaikan gajinya sampai lima puluh persen kepada manajemen.  Tapi disisi lain, aku juga  tidak tega  menutup kesempatan dia akan berkembang lebih baik di perusahaan lain. Aku tersudut melihat betapa sahabat kecilku sangat antusias menceritakan perihal lamarannya diterima. Matanya berbinar. Semua kalimat positif tentang perusahaan barunya meluncur tak terkendali.  Lalu sahabat kecilku memperlihatkan persetujuan kerjanya yang mencantumkan gaji lebih besar dari yang dia dapat disini.  
“Don’t say anything,” kataku kepada sehabat kecilku ketika melepaskan kepergiannya.  Aku juga berkata begitu kepada Titis.  Mereka tidak kecewa sebab mereka tahu bahwa aku tidak suka mengatakan good bye.

*
  “Bagaimana payroll?” tanyaku kepada Tri satu hari menjelang gajian bulan berikutnya.
“So far so good,” jawabnya
“Hery?” 
“No, problem.” jawab Hery
Menyenangkan sekali  merekrut  staff  yang dalam waktu singkat sudah menguasai seluk beluk pekerjaannya. Setelah menghirup teh hangat bercampur kayu manis, aku membuka email yang baru masuk dari seorang karyawan di Kalimantan. Dia memprotes kekurangan gajinya bulan kemarin disertai rincian lengkap dan merujuk pembicaraannya dengan sahabat kecilku.  Tiba-tiba masuk email lainnya. Aku segera membuka dan membacanya, “Bohong pak. Saya tidak pernah mengatakan begitu …”
“Sapi betina!” hardikku dalam hati. Aku menekan tombol reply lalu mengetik kalimat, “Semoga bintitan intipin aku!”  Anehnya aku tidak berani menekan tombol send.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your comment