2 jam lagi payroll harus dikirim ke Bagian Keuangan, Anisa -sahabat
kecilku- kebingungan dengan perubahan-perubahan
hitungan-hitungan di worksheetnya
padahal menurutnya hitungan itu sudah akurat beberapa jam sebelumnya.
Bulan kemarin kasus itu terjadi seperti sekarang , tapi sahabat kecilku mampu
mengatasinya. Maka tidak ada alasan aku harus turun tangan kecuali mengatakan,
“Kamu pasti bisa”.
Anisa diam saja dan membiarkan tampangnya tampak lebih seram dan lebih jelek dari perempuan jelek yang aku lihat di kantor ini. Aku beranjak dari kursinya lalu mengambil gelas di mejanya kemudian mengisikannya dengan teh hangat manis. “Minum dulu..” kataku tanpa merasa meremehkan diriku sendiri sebagai atasannya karena melayaninya.
Anisa masih diam tapi terus berusaha mengatasi
permasalahannya. Jika tidak, maka gajian ditunda sampai laporan payroll selesai dengan benar. Buntutnya Si Bos pasti marah besar lalu aku digantung. Oleh
sebab itu, aku datangi dia dan sekali lagi bertanya, “Perlu bantuan?”
“Gak usah!” jawabnya ketus. Tambah jelek saja tampangnya
dengan jawaban itu dimataku.
Daripada tensiku naik karena aura buruk yang muncul dari kegundahan Anisa, lebih baik aku menghormatinya dengan membiarkannya menyelesaikan pekerjaannya. Aku membuang jauh perasaan diremehkan atau keinginan menyombongkan diri kepadanya bahwa aku pernah diberikan label sebagai a damn good lecturer oleh mahasiswaku dulu. Aku tidak perlu mempertontonkan kemampuanku mengobok-obok isi perut excel dihadapannya. Percuma saja, dia pasti tidak perduli kecuali dia sudah sangat putus asa maka dia pasti minta bantuan. Oleh sebab itu, aku kembali kemejaku lalu menandatangani beberapa dokumen lainnya.
Kalau semua perubahan hitung-hitungan payroll bukan karena
kekeliruan sahabat kecilku sendiri, lalu siapa yang merubahnya. Tiba-tiba aku
teringat dengan sekelompok rekan kerja di IT yang mampu mengitip data sampai ke
tempat persembunyian yang sangat tersembunyi.
Mungkinkah mereka sedang bercanda dengan sahabat kecilku melalui server.
Jika benar, canda ini sangat keterlaluan maka aku perlu melakukan perlawanan
yang sekoyong-koyong. Aku hanya butuh IP
Adresss mereka lalu bekerjasama dengan Prorat mengobok-obok mereka.
“Saya sudah selesai perbaiki dan sudah kirim ke FA,” kata
sahabat kecilku tentang payrollnya.
“Hari ini elo gajian dong. Gue besok,” kata Titis.
Teh manis yang kuhidangkan tidak diminumnya sehirup pun.
Tapi aku tidak kecewa karena hal itu, sebab aku melihat senyuman khas di wajah
sahabat kecilku. Senyuman yang memembuat
tampang jeleknya terbang melayang entah kemana. Niatku untuk
mengobok-obok juga mencair.
*
Pintu HRD selalu tertutup sejak Anisa hengkang
menyusul hengkangnya Titis karena ribut dengan pacarnya. Tidak ada cekikikan di HRD atau kedatangan
rekan kerja lain yang minta cemilan dari Anisa. Selepas jam kantor aku juga tidak pernah lagi memainkan gitar dan kadang-kadang mengiringi Anisa bernyanyi dengan suara yang tidak karuan terdengarnya. Pengganti Anisa dan Titis adalah Hery dan Tri. Mereka berkarakter agak tertutup berbeda dengan Anisa yang meletup-letup atau Titis yang juga mudah cekikikan. Bagaimanapun mereka adalah anak buahku yang tidak kalah cerdas, berdisiplin dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.
Sebelum Titis lalu Anisa hengkang, sebenarnya aku dikangkangi dilemma
yang seharusnya tidak terjadi. Disatu sisi aku telah mempersiapkan perangkap
agar sahabat kecilku membatalkan niatnya untuk hengkang dengan cara mengajukan proposal
kenaikan gajinya sampai lima puluh
persen kepada manajemen. Tapi disisi
lain, aku juga tidak tega menutup kesempatan dia akan berkembang lebih
baik di perusahaan lain. Aku tersudut melihat betapa sahabat kecilku sangat
antusias menceritakan perihal lamarannya diterima. Matanya berbinar. Semua
kalimat positif tentang perusahaan barunya meluncur tak terkendali. Lalu sahabat kecilku memperlihatkan
persetujuan kerjanya yang mencantumkan gaji lebih besar dari yang dia dapat
disini.
“Don’t say anything,” kataku kepada sehabat kecilku ketika
melepaskan kepergiannya. Aku juga
berkata begitu kepada Titis. Mereka tidak
kecewa sebab mereka tahu bahwa aku tidak suka mengatakan good bye.
*
“Bagaimana payroll?” tanyaku kepada Tri satu hari menjelang gajian bulan berikutnya.
“So far so good,” jawabnya
“Hery?”
“No, problem.” jawab Hery
Menyenangkan sekali merekrut
staff yang dalam waktu singkat
sudah menguasai seluk beluk pekerjaannya. Setelah menghirup teh hangat
bercampur kayu manis, aku membuka email yang baru masuk dari seorang karyawan di
Kalimantan. Dia memprotes kekurangan gajinya bulan kemarin disertai rincian
lengkap dan merujuk pembicaraannya dengan sahabat kecilku. Tiba-tiba masuk email lainnya. Aku segera
membuka dan membacanya, “Bohong pak. Saya tidak pernah mengatakan begitu …”
“Sapi betina!” hardikku dalam hati. Aku menekan tombol reply lalu mengetik kalimat, “Semoga
bintitan intipin aku!” Anehnya aku tidak
berani menekan tombol send.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Your comment